English English Bahasa Indonesia Indonesia
21 August 2020

Lahirnya Normal Baru di Keluarga, Sekolah, dan Gereja

Oleh Amy Iwani

Ketua Bidang Studi Magister Pendidikan Kristen Sekolah Tinggi Teologi Bandung
Setelah mengikuti PSBB selama hampir dua bulan, rata-rata keluarga di Indonesia harus beradaptasi dengan kondisi baru yang hadir di rumah. Sebuah kondisi dimana orangtua bekerja dari rumah dan anak-anak juga harus belajar dari rumah menciptakan sebuah lingkungan yang baru dimana relasi yang terjadi antar anggota keluarga dan bahkan pola serta gaya hidup ikut mengalami perubahan.

Selengkapnya

LAHIRNYA NORMAL BARU DI KELUARGA

Setelah mengikuti PSBB selama hampir dua bulan, rata-rata keluarga di Indonesia harus beradaptasi dengan kondisi baru yang hadir di rumah. Sebuah kondisi dimana orangtua bekerja dari rumah dan anak-anak juga harus belajar dari rumah menciptakan sebuah lingkungan yang baru dimana relasi yang terjadi antar anggota keluarga dan bahkan pola serta gaya hidup ikut mengalami perubahan. Contoh praktisnya adalah intensitas waktu bertemu yang jadi meningkat tajam dan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak (khususnya pada tingkatan pendidikan dasar) didorong untuk menjadi semakin besar.
Sembari menunggu berakhirnya PSBB, keluarga pun “dipaksa” untuk beradaptasi dan mempersiapkan diri menghadapi normal baru yang akan hadir dalam keluarga. PSBB di beberapa tempat yang berakhir sekitar pertengahan Juni 2020 tidak menjamin bahwa semua kegiatan akan serta merta kembali seperti sedia kala. Setidaknya sekolah masih akan tetap menjalankan model belajar blended learning dimana siswa hanya datang ke sekolah secara bergantian dan sisa waktu belajar akan dilakukan dari rumah.
Beberapa lembaga layanan keluarga menyarankan beberapa tips seperti mengatur jam belajar anak dan jadwal kerja orangtua dengan baik agar semua hal dapat dikerjakan dengan efektif dan konsisten, mengadakan waktu untuk makan malam bersama, dan waktu untuk bermain bersama. Walaupun saran-saran tersebut nampak sederhana dan mudah, mengubah pola lama yang sudah terbentuk serta paradigma tentang keluarga yang selama ini dimiliki, bukanlah hal yang dapat dilakukan seperti membalik telapak tangan. Orangtua perlu memiliki kerelaan dan kerendahan hati untuk mencari tahu apa isi hati Tuhan dan rancangan awal yang Dia miliki tentang keluarga.

LAHIRNYA NORMAL BARU DI SEKOLAH

Sejak ditetapkannya aturan untuk belajar dari rumah pada tanggal 16 Maret 2020, ada cukup banyak perubahan signifikan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia, baik pada tingkatan pendidikan dasar (dikdas) ataupun pada tingkatan pendidikan tinggi (dikti). Secara tidak langsung semua pendidik “dipaksa” untuk mengaplikasikan model Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dimana beragam teknologi digital harus digunakan agar pendidikan dapat terus berlangsung khususnya di masa PSBB.
Setelah “dipaksa” untuk melakukan PJJ selama kurang lebih dua bulan, banyak pendidik yang mulai terbuka dengan teknologi digital dan kemudian memperlengkapi diri dengan berbagai ketrampilan agar mampu menyediakan pembelajaran yang kreatif dan interaktif. Fase ini dapat dikategorikan sebagai fase adaptasi pertama dimana fokus para pendidik adalah pada pemanfaatan teknologi digital untuk menyam-paikan materi ajar dan tanpa terlalu berfokus pada konten ajar dan pedagogi yang dipilih. Fase pertama akan dilalui dengan baik jika para pendidik rela meluangkan waktu untuk melatih ketrampilan dalam menggunakan berbagai teknologi digital, memban-dingkan berbagai learning management system (LMS) yang ada, serta menggunakan berbagai sarana pendukung yang hadir secara virtual seperti perpus-takaan dan/atau laboratorium.
Sejak pandemi Covid-19 dinyatakan menyebar ke Indonesia, demi memutuskan rantai penyebaran, pemerintah menetapkan berbagai aturan yang pada puncaknya adalah menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah di tanah air. Sebagai akibatnya, terjadi perubahan pola hidup dan bahkan cara berpikir pada sebagian masyarakat. Berbagai kegiatan dan rutinitas yang berjalan normal harus mengalami disrupsi dengan sementara dihentikan atau diganti dengan berbagai pola yang baru. Setelah dua bulan berjalan, pemerintahpun bersiap untuk menghentikan PSBB dan mengajak kita semua agar hidup dalam normal-normal yang baru. Pandemik Covid-19 mungkin tidak akan pernah berlalu atau membutuhkan waktu yang sangat lama untuk benar-benar musnah, sementara ada begitu banyak hal yang tidak dapat menunggu.
Jika fase adaptasi yang pertama dapat dilalui dengan baik, maka dalam waktu dekat, diharapkan para pendidik dapat segera memasuki fase adaptasi kedua dimana materi atau konten ajar serta pedagogi (dan andragogi) perlu dikaji ulang dan direvisi agar sepadan dengan teknologi digital yang digunakan dalam merancang sebuah pengalaman belajar yang unik, signifikan dan relevan bagi peserta didik.

LAHIRNYA NORMAL BARU DI KELUARGA

Demi terlaksananya PSBB dengan baik, maka pemerintah meminta agar tempat-tempat ibadah untuk sementara ditutup dan layanan ibadah dilakukan dari rumah masing-masing jemaat dengan menggunakan berbagai teknologi digital yang ada.
Kondisi tersebut tentunya memberikan disrupsi yang cukup signifikan, sehingga banyak rohaniwan dan aktivis gereja yang tidak siap, khususnya mereka yang ada dalam kategori digital immigrant. Namun, respon yang berbeda akan muncul dari generasi yang lebih muda atau mereka yang ada dalam kategori digital native, yang melihat disrupsi ini sebagai sebuah peluang untuk memulai sebuah pelayanan dengan konsep dan pemanfaatan teknologi yang lebih dapat diterima oleh kaum muda atau digital native.
Sebagaimana telah ada dalam skenario pemerintah untuk mengakhiri masa PSBB dalam waktu dekat, sama halnya dengan keluarga dan sekolah, gereja juga perlu mempersiapkan diri untuk menyambut normal baru yang mungkin akan membawa gereja pada hakekat tubuh Kristus yang sebenarnya.
Pada akhirnya, setelah PSBB dihentikan, normal yang baru dalam dunia pendidikan informal yang terjadi di rumah, pendidikan formal yang terjadi di area dikdas maupun dikti, serta pendidikan non formal di gereja, seharusnya adalah sebuah keselarasan antara materi, pedagogi (dan andragogi), dan teknologi digital yang digunakan. Ketiga hal tersebut dapat terwujud jika para pendidik rela untuk belajar melepaskan semua hal yang telah diketahui dan bahkan menjadi pengalaman belajarnya sendiri atau secara singkat disebut sebagai learn to unlearn.

Posting Terkait

Buletin #54 September 2023

Pendidikan Teologi yang Holistik & Transformatif Setelah lima tahun mata kuliah Teologi Kerja diajarkan di prodi-prodi STTB muncul pola yang menarik untuk diamati. Di kelas M.Min. Marketplace materi yang dipelajari sejak hari pertama langsung disambut dengan...

read more
Buletin STTB #52 Agustus 2023

Buletin STTB #52 Agustus 2023

Equiping The Whole Church for The Whole World! Edward Farley (1983) memetakan pendidikan teologi dalam sejarah gereja ke dalam tiga model dasar, yaitu: model biara (formasi spiritualitas dalam komunitas), model universitas (akademis), dan model klerikal (pendidikan...

read more